Lahir dan besar di pesisir pantai, Jade Somawas menjadi nelayan ulung.

Memancing kini menjadi pekerjaan utama yang menghidupi keluarga Sumawa.

Nelayan Somawas di Desa Leh, Tejakula, Bulelenge, Bali. Tepatnya di kota kecil pembabahane.

Samwas sudah mengenal laut sejak berusia 12 tahun. Sekarang, setengah abad, rambutnya semakin beruban. Namun, hasratnya untuk menaklukkan lautan masih membara.

Sayangnya, antusiasme itu mereda beberapa waktu lalu ketika pemerintah mengumumkan kebijakan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM).

Naiknya harga minyak sangat menekan orang Samawas. Berprofesi sebagai nelayan untuk mencari nafkah, profesinya selalu membutuhkan bahan bakar agar perahu yang digunakannya bisa menjelajahi laut.

Dulu, Samawas hanya perlu mengeluarkan uang Rs 300.000 untuk bahan bakar kapal. Sekarang, jika Anda membayar biaya satu kali, Anda harus membayar biaya sebesar Rs 700.000.

Naiknya harga minyak jelas berdampak pada pendapatan Perusahaan Samawas. Dia mengatakan angka keuntungannya sekarang turun menjadi 50%.

“Sekarang kita isi BBM 700. Sebelumnya hanya 300. Kita ingin harga BBM turun lagi. Sekarang 50% pendapatan turun” kata Somawas, Sabtu (22/26/2022) usai membawa ikan tangkapan dari pantai.

Tak heran, kenaikan harga BBM membuat pria yang sebelumnya sempat beradu torpedo saat memancing itu protes. Tapi kekuatan apa, menyerah, dia tidak tahu harus berbuat apa.

Dia dan sebagian besar pelayan di Desa Lace tidak punya pilihan selain mematuhi kebijakan pemerintah.

Somawa bahkan meminjam uang untuk melaut. Hal itu menimbulkan banyak protes di berbagai daerah hingga akhirnya ia terbiasa menerima kebijakan baru tersebut.

Pemerintah membantu nelayan BBM dengan kartu Kusuka, namun tidak maksimal.

Pasca kenaikan harga minyak, nelayan mendapat subsidi minyak dari pemerintah melalui Kartu Nama Perikanan dan Kelautan (GOSCAR).

Baca Juga  Mengenal Peran Konveksi dalam Mendorong Ekonomi Lokal: Sebuah Pengantar

Informasi ini disampaikan kepada Tribunnews pada waktu yang hampir bersamaan oleh Newman Widiarta, Ketua Dusun Pengasmbah.

Nelayan Des Les membutuhkan antara 30 dan 35 liter bahan bakar untuk melaut. Namun bantuan kartu Kosca hanya 5 liter. Tentu saja dia merasa ini bukan jalan keluar.

Terlebih lagi, kata Widiarta para pemburu ini bisa hidup dengan bahan bakar lebih dari 5 liter, namun persyaratannya begitu menuntut sehingga cukup menuntut.

“Keterkaitan dengan harga BBM yang tinggi menjadi kendala nyata bagi masyarakat nelayan untuk mengkonsumsi. Kartu Kosuka tidak sempurna. Masyarakat membutuhkan 35 liter,” kata Widiartha.

Dia menambahkan, “Bisa lebih (lebih dari 5 liter), tapi harus mendapat rekomendasi dari Dinas Perikanan dan Kelautan setempat. Tapi itu butuh waktu lama.”

Perlu dicatat bahwa Kartu Kosuka berfungsi sebagai ID tunggal untuk pelaut dan nelayan.

Yang berhak mendapatkan kartu ini adalah Nelayan, Petambak Ikan, Tambak Garam, Pedagang Ikan, Pengolah Ikan dan Pengusaha yang menyediakan jasa pengiriman produk ikan.